Menyeimbangkan Perekonomian
Ditengah
upaya pemulihan ekonomi global, Indonesia mencatatkan situasi kompleks. Pada
satu sisi pertumbuhan ekonomi masih melaju tinggi, tetapi rupiah terus melemah,
dan neraca perdagangan mengalami deficit untuk pertama kalinya sejak memasuki
2013. Impor mencuat menjadi sorotan, dengan beragam sudut pandang.
Daya
tahan ekonomi memang sudah jauh lebih baik daripada krisis moneter Asia
1997-1998 terlihat dari masih tekendalinya inflasi sekalipun ditengah tahun ada
kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Memasuki November 2013, inflasi
pun sudah terlihat kembali menuju tren normal, meskipun masih ada imbas
kenaikan harga bahan bakar minyak itu.
Namun
rencana Bank Sentral Amerika (The Fed) mengurangi kucuran stimulus seiring
membaiknya ekonomi negara tersebut, menjadi sinyal nyaring tuntutan pembenahan
yang lebih luas dan mendasar bagi perekonomian Indonesia. Apalagi, saat ini
terjadi pergeseran lanskap ekonomi global, dalam wujud pemulihan dengan tiga
kecepatan. Sebuah pencarian keseimbangan baru ekonomi.
Tak
cukup pembenahan mengandalkan kebijakan moneter. Tiga kali kenaikan BI rate
semata upaya koreksi atas kompleksitas ekonomi hari ini. Pembenahan sejati
harus dilakukann pada komponen dan sektor yang memang fundamental. Struktural.
Sumber
: Gerai Info Bank Indonesia, Edisi
44/November 2013/tahun 4/Newsletter Bank Indonesia.
MENYIKAPI KEADAAN PEREKONOMIAN
DENGAN SADAR DIRI AKAN MASA DEPAN INDONESIA
Menyikapi
tulisan dari sebuah bulletin Bank Indonesia, memang benar adanya daya tahan
ekonomi memang sudah jauh lebih baik daripada saat krisis moneter Asia
1997-1998. Namun cukup disayngkan, neraca perdagangan mengalami deficit, impor
meningkat, dan melemahnya ilai tukar rupiah. Pemerintah sudah begitu maksimal
untuk menstabilkan perekonomian. Umkm pun sudah mulai berjamur. Lalu, dari
segimana lagi yang kurang? Menurut penulis, kebiasaan masyarakatnya. Di
Indonesia, orang yang ‘boros’ masih ada, orang yang ‘korupsi’ pun masih ada,
tapi orang yang baik yang mencintai Nusantara pun masih banyak. Hanya saja
sebagian dari mereka memilih bersikap diam dalam menyikapi kondisi Indonesia
saat ini.
Budaya
untuk cinta produk dalam negri harus ditingkatkan. Disisi lain, terkadang
produk dalam negri memiliki kualitas yang dirasa kurang memuaskan konsumen
dengan tidak diimbangi dengan harga yang relative tidak murah. Akibatnya
pedagang lebih suka menjual barang impor karena murah dan saat dijual masih
memiliki keuntungan. Konsumen pun demikian, memilih harga yang murah dengan
kualitas (terkadang) lebih baik. Anggapan ini yang harus dirubah. Apalagi tahun
2015 untuk gerbang pasar bebas semakin dekat. Merubah negeri ini menjadi lebih
baik adalah hal mudah, yaitu mulai dari memperbaiki diri sendiri, merubah
segala anggapan yang dapat merugikan, mulai sadar bahwa jika tidak ada
perubahan lebih berarti maka Indonesia dimasa yang akan datang bisa saja
terpuruk kembali, dan lebih optimis dalam menghadi era globalisasi ini sebagai
wujud semangat membara para pemuda-pemudi Nusantara.